Pada zaman yang modern ini, tentu setiap kegiatan
yang kita lakukan tidak terlepas dari Teknologi dan Informatika, hal tersebut
sesuai dengan perkembangan zaman dan dengan semakin canggihnya teknologi yang
terus dikembangkan oleh masyarakat dunia. Salah satu hasil dari produk kemajuan
dan kecanggihan teknologi tersebut adalah televisi, dimana kita bisa
menyaksikan berbagai macam tayangan yang disajikan mulai dari berita, gosip
selebriti, musik, tayangan memasak dan salah satu yang sering digandrungi oleh
masyarakat Indonesia adalah sinetron yang memiliki berbagai jenis genre,
contohnya sedih, romantis, komedi dan lain sebagainya.
Hampir seluruh masyarakat Indonesia atau sekitar 92 persen memiliki
televisi dan salah satu tontonan wajib bagi keluarga di Indonesia adalah
sinetron, tapi tahukan anda bahwa sinetron tidak hanya memberika dampak positif
bagi kita semua tetapi juga dampak negatif bagi kita, terutama bagi anak-anak
kecil yang sudah menonton sinetron dengan genre yang tidak sesuai dengan
umurnya. Jika sinetron memilik fungsi sebagai penghibur bagi mastarakat dewasa
setelah penat seharian bekerja, tetapi bagi anak sinetron justrul memberikan
pengaruh buruk terutama anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, mengapa
sinetron memberikan dampak buruk bagi anak yang sedang dalam masa pertumbuhan?,
berikut akan saya bahas.
Pada masa, ketika saya berumur 5 tahun atau sekitar
tahun 2000, banyak tayangan anak-anak yang disediakan oleh televisi yang tidak
hanya menampilkan alur cerita, para pemain, tetapi juga menampilak cerita yang
bisa membuat anak-anak yang menontonnya termotivasi dan ingin mengikuti para
pemainnya, membuat anak bersemangat untuk belajar, mengajarkan anak untuk tidak
menyerah dalam meraih mimpinya, membuat anak termotivasi unutk berusaha menjadi
juara, bukan itu saja setiap sinetron anak selalu diiringi dengan lagu-lagu
yang mendidik bagi anak dan liriknya mudah diingat anak, contohnya petualangan
Sherina, Josuha oh Josuha, Keluarga Cemara dan masih banyak lagi taynagan lain
yang mendidik.
Tetapi pada saat ini, yaitu di zaman yang semakin
modern, justul pertelivisian Indonesia sudah jarang menayangkan
sinetron-sinetron yang ditunjukan untuk anak-anak yang masih dalam masa
pertumbuhan. Sering kita lihat di televisi-televisi di Indonesia menayangkan sinetron
dengan genre romantis yang seharusnya sinetron tersebut ditonton oleh
orang-orang dewasa, ada juga sinetron yang menampilakn karakter anatagonis di
masyaraka yang di gambarkan penuh dengan dendam dan kekerasan atau juga
sinetron yang menceritakan tentang keluarga yang bercerai-berai, atau tentang
bullying dan kekrasan antar teman di sekolah dan yang lebih parahnya saat ini
sinetron yang banyak ditayangkan di Indonesia adalah sinetron yang menceritakan
tentang manusia yang menjadi hewan dan berperilaku seperti hewan. Anak-anak
yang duduk si sekolah dasar sangat senang menonton sinetron-sinetron tersebut
tanpa bimbingan dari orang tua masing-masing, padahal menurut teori psikologi
dari Piaget dimana pada teori ini ada empat tahap perkembangan anak salah satu
tahap tersebut adalah tahap pra oprasi dimana seorang anak masih sangat
dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman
menggunakan indera contohnya melihat atau mendengar, sehingga ia belum mampu
untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan
sesuatu secara konsisten. Tahap tersebut terjadi pada anak yang berusia 2 tahun
sampai 7 tahun. Dengan kata lain bahwa anak meniru apa yang mereka lihat dan
mereka dengar, jika anak menyaksikan sinetron yang menceritakan tentang manusia
yang menjadi binatang, maka anak akan menirukannya seperti yang diperlihatkan
di televisi, hal tersebut saat ini sudah terjadi pada anak-anak Indonesia,
dimana mereka menirukan tingkah laku serigala, dan harimau ( berupa suara, dan
gerakan ). Tidakkah anda para orang tua khawatir akan hal ini?
Selain
itu, sadarkah anda ketika melihat
merebaknya berbagai sinetron saat ini, secara tidak disadari mengarahkan kita
pada pembentukan karakter dan sistem masyarakat yang ditampilkan seperti
disinetron. Ketika ditampilkan konflik si kaya dan miskin, seorang kaya
dikesankan dengan kemewahan dan kekuasaan yang diukur dari banyaknya harta dan
tingginya jabatan. Sedangkan si miskin ini hidup dengan seadanya dan kekurangan
secara materi. Padahal kemiskinan itu tidak semata diukur dari materi saja. Hal
tersebut seperti menyampaikan sistem nilai yang dibawa oleh kapitalisme bahwa
siapa yang kaya dia adalah orang yang memiliki banyak harta. Hanya sedikit
sinetron yang mengajarkan kekayaan hati. Sinetron ini menggambarkan kekayaan
yang tidak diukur melalui harta semata-mata, seperti Si Doel dan Keluarga
Cemara.
Ada
juga tayangan yang membawa
cerita mistik mengarahkan kepada keterbelakangan mental dan syirik terhadap
Sang Maha Pencipta. Keterbelakangan mental dalam hal ini adalah menggambarkan
betapa hebatnya jin dengan kekuatan-kekuatannya sehingga manusia seolah menjadi
takut dan mendorong manusia takut. Ketika orang menonton sinetron jenis ini,
orang tersebut akan merasa bahwa setan itu ada dan senantiasa nyata dan
menakuti manusia bahkan bisa membunuhnya. Selain itu, jenis sinetron yang
membawa dampak buruk adalah sinetron dengan unsur cinta yang kuat. Dalam hal
ini sistem nilai kembali mengalir deras. Sepasang anak muda dibuat tidak
berdaya dan putus asa karena dipisahkan dengan kekasihnya. Di antara persoalan
hidup lain, cinta digambarkan sebagai sebuah persoalan hidup yang amat sulit.
Tidak tampak usaha yang keras untuk bertahan hidup dan kerja keras dalam
bertahan hidup.
Belum lagi kasus-kasus
dimana sinetron atau film yang ditayangkan menayangkan pornografi, dimana
tayangan tersebut tidak disensor dan bebas ditonton oleh semua kalangan
masyarakat dengan berbagai jenis rentang usia, bahkan disaksikan oleh
anak-anak. Bahkan ada berita tentang anak SD yang melakukan bullying kepada
temannya di sekolah dasar ketiak anak tersebut ditanya alasan mengapa melakukan
hal tersebut, kemudian anak itu menjawab karena mereka meniru adegan atau tokoh yang mereka lihat di sinetron.
Jika hal ini terus
dibiarkan maka lama kelamaan, kareakter generasi penerus bangsa ( dalam hal ini
adalah anak-anak
) akan rusak oleh sinetron yang tidak berkualitas yang mereka tonton, dan
lama-kelamaan hal ini akan menggeser nilai kearifan yang ada dalam masyarakat
Indonesia. Lalu bagaimanakah kita mengatasi hal ini, terutama bagi orant tua
yang memiliki anak di bawah umur?
Salah
satu yang bisa orang tua dan kita sebagai masyarakat Indonesia lakukan adalah
dengan membimbing anak-anak agar tidak mengikuti tokoh-tokoh atau cerita yang
terdapat di sinetron, selain itu orang tua harus bisa membatasi waktu anak
menonton televisi atau menyeleksi tayangan-tayangan apa saja yang layak dan
tidak layak anak saksikan. Dan untuk para pemuda yang akan terus berkarya
terutama di dunia pertelivisian agar lebih kreatif lagi dalam membuat
tayangan-tayangan bagi anak-anak dengan tidak melupakan unsur pendidikan,
regaman dan kearifan budaya dan masyarakat sekitar, serta membuat tayangan yang
bisa membuat anak menjadi termotivasi untuk lebih giat lagi dalam belajar dan
agar anak bisa lebih mencintai Negara Indonesia. Dengan begitu mental anak-anak
Indonesia tidak akan terganggu oleh tayangan yang mereka saksikan.
0 komentar:
Posting Komentar